Cari Blog Ini

Jumat, 15 Juni 2012

KUMPULAN-KUMPULAN PUISI CHAIRIL ANWAR

    DERAI DERAI CEMARA
  
 cemara menderai sampai jauh
    terasa hari akan jadi malam
    ada beberapa dahan di tingkap merapuh
    dipukul angin yang terpendam

    aku sekarang orangnya bisa tahan
    sudah berapa waktu bukan kanak lagi
    tapi dulu memang ada suatu bahan
    yang bukan dasar perhitungan kini

    hidup hanya menunda kekalahan
    tambah terasing dari cinta sekolah rendah
    dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
    sebelum pada akhirnya kita menyerah

    PUISI KEHIDUPAN
   
Hari hari lewat, pelan tapi pasti
    Hari ini aku menuju satu puncak tangga yang baru
    Karena aku akan membuka lembaran baru
    Untuk sisa jatah umurku yang baru
    Daun gugur satu-satu
    Semua terjadi karena ijin Allah
    Umurku bertambah satu-satu
    Semua terjadi karena ijin Allah

    Tapi… coba aku tengok kebelakang
    Ternyata aku masih banyak berhutang
    Ya, berhutang pada diriku
    Karena ibadahku masih pas-pasan

    Kuraba dahiku
    Astagfirullah, sujudku masih jauh dari khusyuk
    Kutimbang keinginanku….
    Hmm… masih lebih besar duniawiku

    Ya Allah
    Akankah aku masih bertemu tanggal dan bulan yang sama di tahun depan?
    Akankah aku masih merasakan rasa ini pada tanggal dan bulan yang sama di tahun depan?
    Masihkah aku diberi kesempatan?

    Ya Allah….
    Tetes airmataku adalah tanda kelemahanku
    Rasa sedih yang mendalam adalah penyesalanku
    Astagfirullah…

    Jika Engkau ijinkan hamba bertemu tahun depan
    Ijinkan hambaMU ini, mulai hari ini lebih khusyuk dalam ibadah…
    Timbangan dunia dan akhirat hamba seimbang…
    Sehingga hamba bisa sempurna sebagai khalifahMu…

    Hamba sangat ingin melihat wajahMu di sana…
    Hamba sangat ingin melihat senyumMu di sana…
    Ya Allah,
    Ijikanlah

    AKU
   
Kalau sampai waktuku
    ‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
    Tidak juga kau
    Tak perlu sedu sedan itu
    Aku ini binatang jalang
    Dari kumpulannya terbuang
    Biar peluru menembus kulitku
    Aku tetap meradang menerjang
    Luka dan bisa kubawa berlari
    Berlari
    Hingga hilang pedih peri
    Dan aku akan lebih tidak perduli
    Aku mau hidup seribu tahun lagi

    SAJAK PUTIH
   
Bersandar pada tari warna pelangi
    Kau depanku bertudung sutra senja
    Di hitam matamu kembang mawar dan melati
    Harum rambutmu mengalun bergelut senda

    Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
    Meriak muka air kolam jiwa
    Dan dalam dadaku memerdu lagu
    Menarik menari seluruh aku

    Hidup dari hidupku, pintu terbuka
    Selama matamu bagiku menengadah
    Selama kau darah mengalir dari luka
    Antara kita Mati datang tidak membelah

    YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS
   
kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
    menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
    malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu

    di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin

    aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
    dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
    tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang

    tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku

PENGERTIAN MEMBACA SCANNING

Membaca Scanning

    Pengertian

Membaca tatap (scanning) atau disebut juga membaca memindai adalah membaca sangat cepat. Ketika seseorang membaca memindai, dia akan melampaui banyak kata. Menurut Mikulecky & Jeffries (dalam Farida Rahim, 2005), membaca memindai penting untuk meningkatkan kemampuan membaca. Teknik membaca ini berguna untuk mencari beberapa informasi secepat mungkin. Biasanya kita membaca kata per kata dari setiap kalimat yang dibacanya. Dengan berlatih teknik membaca memindai, seseorang bisa belajar membaca untuk memahami teks bacaan dengan cara yang lebih cepat. Tapi, membaca dengan cara memindai ini tidak asal digunakan. Jika untuk keperluan untuk membaca buku teks, puisi, surat penting dari ahli hukum, dan sebagainya, perlu lebih detil membacanya.

Scanning atau membaca memindai berarti mencari informasi spesifik secara cepat dan akurat. Memindai artinya terbang di atas halaman-halaman buku. Membaca dengan teknik memindai artinya menyapu halaman buku untuk menemukan sesuatu yang diperlukan. Scanning berkaitan dengan menggerakan mata secara cepat keseluruh bagian halaman tertentu untuk mencari kata dan frasa tertentu.

Teknik membaca memindai (scanning) adalah teknik menemukan informasi dari bacaan secara cepat, dengan cara menyapu halaman demi halaman secara merata, kemudian ketika sampai pada bagian yang dibutuhkan, gerakan mata berhenti. Mata bergerak cepat, meloncat-loncat, dan tidak melihat kata demi kata.

2. Langkah-langkah Scanning

    Perhatikan penggunaan urutan seperti ‘angka’, ‘huruf’, ‘langkah’, ‘pertama’, ‘kedua’, atau ‘selanjutnya’.
    Carilah kata yang dicetak tebal, miring atau yang dicetak berbeda dengan teks lainnya.
    Terkadang penulis menempatkan kata kunci di batas paragraph

Langkah atau proses scanning yang lain yakni:

Scanning dilakukan dengan cara:

(1) Menggerakkan mata seperti anak panah langsung meluncur ke bawah menemukan informasi yang telah ditetapkan,

(2) Setelah ditemukan kecepatan diperlambat untuk menemukan keterangan lengkap dari informasi yang dicari, dan

(3) Pembaca dituntut memiliki pemahaman yang baik berkaitan dengan karakteristik yang dibaca (misalnya, kamus disusun secara alfabetis dan ada keyword di setiap halaman bagian kanan atas, ensiklopedi disusun secara alfabetis dengan pembalikan untuk istilah yang terdiri dari dua kata, dan sebagainya).

TAHAPAN-TAHAPAN DALAM MENYIMAK

ahapan-tahapan dalam menyimak :


1.  Mendengarkan

    Penyimak berusaha menangkap pesan pembicara yang sudah diterjemahkan dalam bentuk bunyi bahasa. Untuk menangkap bunyi bahasa itu diperlukan telinga yang peka dan perhatian yang terpusat.

2.  Mengidentifikasi

    Bunyi yang sudah ditangkap perlu diidentifikasi, dikenali dan dikelompokkan menjadi suku kata, kelompok kata, kalimat, paragraf atau wacana. Pengidentifikasian kata bahasa akan semakin sempurna apabila penyimak memiliki kemampuan linguistik (bahasa).


3.  Menginterpretasi

    Kemudian, bunyi bahasa itu perlu diinterpretasikan (diartikan) maknanya. Perlu diupayakan agar interpretasi makna ini sesuai atau mendekati makna yang dimaksudkan oleh pembicara.


4.  Memahami

    Setelah proses penginterpretasian makna selesai, maka penyimak dituntut untuk memahami atau menghayati makna itu. Hal ini sangat perlu untuk langkah berikutnya yaitu penilaian.


5.  Penilaian

    Makna pesan yang sudah dipahami kemudian ditelaah, dikaji, dipertimbangkan, dikaitkan dengan pengalaman, dan pengetahuan penyimak. Kualitas hasil penilaian sangat tergantung pada kualitas pengetahuan penyimak.


6.  Menanggapi

    Tahap terakhir yaitu menanggapi makna pesan yang telah ditangkap. Tanggapan atau reaksi penyimak terhadap pesan yang diterimanya dapat berwujud berbagai bentuk seperti mengangguk tanda setuju ataupun menggelengkan kepala tanda tidak setuju.

ASPEK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Di dalam pengajaran Bahasa Indonesia, ada tiga aspek yang perlu diperhatikan, yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor. Ketiga aspek itu berturut-turut menyangkut ilmu pengetahuan, perasaan, dan keterampilan atau kegiatan berbahasa. Ketiga aspek tersebut harus berimbang agar tujun pengajaran bahasa yang sebenarnya dapat dicapai. Kalau pengajaran bahasa terlalu banyak mengotak-atik segi gramatikal saja (teori), murid akan tahu tentang aturan bahasa, tetapi belum tentu dia dapat menerapkannya dalam tuturan maupun tulisan dengan baik.
Bahasa Indonesia erat kaitannya dengan guru bahasa Indonesia, yakni orang-orang yang tugasnya setiap hari membina pelajaran bahasa Indonesia. Dia adalah orang yang merasa bertanggung jawab akan perkembangan bahasa Indonesia. Dia juga yang akan selalu dituding oleh masyarakat bila hasil pengajaran bahasa Indonesia di sekolah tidak memuaskan. Berhasil atau tidaknya pengajaran bahasa Indonesia memang diantaranya ditentukan oleh faktor guru, disamping faktor-faktor lainya, seperti faktor murid, metode pembelajaran, kurikulum (termasuk silabus), bahan pengajaran dan buku, serta yang tidak kalah pentingnya ialah perpustakaan sekolah dengan disertai pengelolaan yang memadai.
Sekarang ini pengajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah, dari Taman Kanak-kanak sampai SLTA, bahkan sampai perguruan tinggi. Menurut Mulyono Sumardi, ketua Himpunan Pembina Bahasa Indonesia menyatakan bahwa, “Dalam dunia Pendidikan, keterampilan berbahasa Indonesia perlu mendapatkan tekanan yang lebih banyak lagi, mengingat kemampuan berbahasa Indonesia di kalangan pelajar ini juga disebabkan oleh kualitas guru, dari pihak lain munculnya anggapan bahwa setiap orang Indonesia pasti bisa berbahasa Indonesia. Anggapan ini justru ikut merunyamkan dunia kebahasaan Indonesia itu sendiri. (JS. Badudu. 1988: 74).
Pelajaran mengarang sebenarnya sangat penting diberikan kepada murid untuk melatih menggunakan bahasa secara aktif. Disamping itu pengajaran mengarang di dalamnya secara otomatis mencakup banyak unsur kebahasaan termasuk kosa kata dan keterampilan penggunaan bahasa itu sendiri dalam bentuk bahasa tulis. Akan tetapi dalam hal ini guru bahasa Indonesia dihadapkan pada dua masalah yang sangat dilematis. Di satu sisi guru bahasa harus dapat menyelesaikan target kurikulum yang harus dicapai dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Sementara di sisi lain porsi waktu yang disediakan untuk pelajaran mengarang relatif terbatas, padahal untuk pelajaran mengarang seharusnya dibutuhkan waktu yang cukup panjang, karena diperlukan latihan-latihan yang cukup untuk memberikan siswa dalam karang-mengarang. Dari dua persoalan tersebut kiranya dibutuhkan kreaivitas guru untuk mengatur sedemikian rupa sehingga materi pelajaran mengarang dapat diberikan semaksimal mungkin dengan tidak mengesampingkan materi yang lain.
Sekolah kita pada umumnya agak mengabaikan pelajaran mengarang. Ada beberapa faktor penyebabnya yaitu, (1) sistem ujian yang biasanya menjabarkan soal-soal yang sebagian besar besifat teoritis, (2) kelas yang terlalu besar dengan jumlah murid berkisar antara empat puluh sampai lima puluh orang.
Materi ujian yang bersifat teoritis dapat menimbulkan motivasi guru bahasa mengajarkan materi mengarang hanya untuk dapat menjawab soal-soal ujian, sementara aspek keterampilan diabaikan. Sedangkan dengan kelas yang besar konsekuensi biasanya guru enggan memberikan pelajaran mengarang, karena ia harus memeriksa karangan murid-muridnya yang berjumlah mencapai empat puluh sampai lima puluh lembar, kadang hal itu masih harus berhadapan dengan tulisan-tulisan siswa yang notabene sulit dibaca. Belum lagi ia harus mengajar lebih dari satu kelas atau mengajar di sekolah lain, berarti yang harus diperiksa empat puluh kali sekian lembar karangan. Oleh karena itu, tidak jarang guru yang menyuruh muridnya mengarang hanya sebulah sekali atau bahkan sampai berbulan-bulan.

JENIS-JENIS MOTIVASI BELAJAR

Motivasi Belajar
Menurut Oemar Hamalik (2001, 27-28), belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku melalui interaksi dengan lingkungannya. Dalam kegiatan belajar mengajar, motivasi dapat dikatakan sebagai daya penggerak di dalam diri seorang siswa untuk menimbulkan kegiatan belajar dan menjamin kelangsungan kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai.
Macam-macam motivasi
a. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah dorongan dalam diri seseorang yang berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu (Sardiman, 1988). Dilihat dari segi tujuan kegiatan belajar, motivasi intrinsik adalah ingin mencapai tujuan yang terkandung dalam kegiatan belajar itu sendiri.
b. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang aktif dan berfungsi karena adanya rangsangan dari luar. Motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar tetap penting sebab kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis dan juga mungkin komponen lain dalam proses belajar mengajar ada yang kurang menarik bagi siswa, sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik.
Prayitno (1989) menyatakan bahwa betapapun baiknya potensi anak yang meliputi kemampuan intelektual atau materi yang akan diajarkan dan lengkapnya sarana belajar, namun bila siswa tidak termotivasi dalam belajar, maka belajar tidak akan berlangsung secara optimal. Seseorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Motivasi sangat berhubungan erat dengan bagaimana seseorang melakukan kegiatan atau pekerjaan. Dengan demikian, makin banyak dan tepat motivasi belajar yang didapat siswa, maka aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa akan semakin tinggi sehingga pembelajaran siswa menjadi semakin berhasil.
Dengan adanya motivasi yang baik dalam belajar, maka akan menunjukkan hasil yang baik. Dengan kata lain bahwa dengan adanya usaha yang tekun dan didasari adanya motivasi tinggi, maka seseorang yang belajar itu akan dapat melahirkan prestasi yang baik.

PENGERTIAN MEDIA PEMBELAJARAN


Media Pembelajaran
Belajar adalah suatu proses yang kompleks pada semua orang dan terjadi seumur hidup yaitu sejak masih bayi hingga mati. Tanda-tanda terjadinya pembelajaran bagi seseorang adalah terjadinya perubahan tingkah laku dari tidak tahu menjadi lebih tahu, dan dari tidak bisa menjadi bisa baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Sejalan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan masyarakat masyarakat serta budaya berkembang pula tugas dan peranan guru sejalan dengan jumlah anak yang memerlukan pendidikan. Mau tidak mau harus diakui guru bukanlah satu-satunya sumber belajar melainkan hanya salah satunya. Siswa, petugas perpustakaan, kepala sekolah, tutor, tokoh masyarakat, atau orang-orang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan tertentu di masyarakat juga dapat dijadikan sumber belajar.
Menurut Arief S. Sadiman (2006) sumber belajar dapat digolongkan dalam beberapa jenis, yaitu :
a. jenis orang (people)
b. pesan atau informasi (message),
c. jenis bahan (materials), ke dalam jenis ini sering disebut perangkat lunas (software) yang di dalamnya terkandung pesan-pesan yang perlu disajikan
dengan alat bantu atau tanpa alat bantu, misalnya : modul, majalah, OHP,
compact disk (CD) program atau data.
d. Alat (device) atau hardware yang menyajikan pesan, misalnya :projector film, video, TV, Komputer, dan lain-lain.
e. Teknik adalah prosedur rutin atau acuan untuk menggunakan alat, bahan, atau orang dan lingkungan untuk menyajikan pesan, misalnya teknik demonstrasi, kuliah, ceramah, tanya-jawab, dan sejenisnya.
f. Lingkungan (setting), yaitu tempat yang memungkinkan siswa belajar. Misalnya : gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, museum, taman, kebun binatang, rumah sakit, pabrik, dan sejenisnya.
Sementara itu media teknologi mutakhir, terdiri dari :
a. Media berbasis telekomunikasi, misalnya : teleconfrence, kuliah jarak jauh, dsb.
b. Media berbasis mikroprosesor, misalnya : game komputer, hypermedia, CD / DVD, Computer Assisted Instructional, hypertxet, dsb.
Adapun menurut Gagne, media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa belajar. Sementara itu Briggs menyatakan bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Pada mulanya media hanya dianggap sebagai alat bantu mengajar guru (teaching aids) Alat bantu yang dipakai adalat alat bantu visual, misalnya gambar, model, objek, dan alat-alat lain yang tujuannya dapat memberikan pengalaman konket, meningkatkan motivasi belajar, mempertinggi daya serap, dan retensi belajar siswa.
Dalam proses pembelajaran, keguaan media pembelajaran adalah :
1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka)
2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, misalnya :
a. objek yang terlalu besar – bisa digantikan dengan realitas, gambar, film, atau model;
b. objek yang kecil – dibantu dengan proyektor mikro, film atau gambar;
c. gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat dibantu dengan timelapse atau highspeed photography.
d. Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, foto, maupun secara verbal;
e. Objek-objek yang terlalu kompleks (misalnya mesin) dapat disajikan dalam model, diagram, dan lain-lain;
f. Konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim, dan lain-lain) dapat divisualisasikan dalam bentuk film, gambar, dan sebagainya.
3. Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pembelajaran berguna untuk :
a. menimbulkan kegairahan belajar;
b. memungkinkan interaksi lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dengan kenyataan;
c. memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya.
4. Sifat unik tiap siswa, lingkungan dan pengalaman yang berbeda, kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru akan kesulitan bila harus diatasi sendiri. Lebih sulit lagi bila latar belakang lingkungan guru dan siswa juga berbeda. Masalah ini dapat diatasi dengan media pendidikan, yaitu kemampuannya dalam :
a. memberikan perangsang yang sama;
b. mempersamakan pengalaman;
c. menimbulkan persepsi yang sama.

2.2 Media Presentasi Pembelajaran
Perkembangan teknologi komputer dan informasi (ICT) juga semakin mengembangkan bentuk dan variasi media pembelajaran. Menurut Thomson (Elida dan Nugroho, 2003) komputer yang digunakan dalam pembelajaran dapat memberikan manfaat, yakni saat digunakan komputer meningkatkan motivasi pembelajaran. Para siswa akan menikmati kerja komputer ini dan komputer memberikan tantangan di samping komputer menampilkan perpaduan antarteks, gambar, animasi gerak, dan suara secara bersamaan maupun bergantian.
Sementara ini Bower dan Hilgard berpendapat bahwa komputer bermanfaat besar dibandingkan dengan teknologi pendidikan lainnya karena mampu memberikan presentasi materi yang sangat fleksibel bagi pembelajar dan dapat mengikuti kemajuan sejumlah pembelajar dalam waktu yang sama.
Selanjutnya, menurut Woolfolk ada 9 keuntungan menggunakan komputer dalam pembelajaran, yaitu :
a. siswa dapat menyesuaikan dengan kecepatan belajarnya,
b. dapat melatih dengan sabar,
c. dapat dipakai untuk belajar sendiri,
d. dapat disajikan berbagai macam penginderaan,
e. dapat melakukan simulasi,
f. dapat dikembangkan pemecahan masalah,
g. dapat memberikan pujian untuk memperkuat perilaku,
h. dapat membantu manajemen kelas dan sekolah
Menurut Luther (Sutopo, 2003:32) ada 6 tahap dalam pengembangan media pembelajaran berbasis komputer, yaitu:
a. Tahap pertama konsep (concept), yaitu mengidentifikasikan tujuan, kebutuhan belajar, atau hal-hal lain yang perlu diungkapkan.
b. Tahap kedua analisis karakteristik siswa, yaitu disesuaikan dengan minat, bakat, dan kemampuan siswa.
c. Tahap ketiga merencanakan dan menyusun software. Dalam hal ini ada 3 ketrampilan yang harus dimiliki pengembang sofware yaitu menguasai bidang studi materi yang akan dibahas, menguasai prosedur pengembangan media, dan menguasai program komputer.
d. Tahap keempat desain (design), yaitu yaitu tahap merancang produk secara rinci agar memudahkan tahap-tahap pembuatan produk selanjutnya.
e. Tahap kelima pengumpulan bahan (material collecting), yaitu mengoleksi bahan-bahan pendukung untuk memperkaya isi produk media tersebut,
f. Tahap keenam pembuatan (assembly), yaitu menyusun naskah materi pada setiap frame sehingga menjadi sebuah produk media yang sudah jadi.
g. Tahap ketujuh uji coba (testing), yaitu melakukan uji coba produk yang akan digunakan secara luas karena itu perlu validasi kelayakannya. Ada dua kriteria dalam ujicoba produk media pembelajaran, yaitu :
(1) kriteria pembelajaran, yang mencakup apakah sesuai dengan kurikulum, tujuan pembelajaran, sesuai dengan materinya, dan sebagainya. Jika tidak perlu dilakukan revisi.
(2) Kriteria presentasi, yaitu apakah validasi terkait dengan tampilannya di layar, kelancaran navigasi, kemudahan penggunaan, dan interaksi / komunikabilitas.
h. Tahap distribusi (distribution), yaitu tahap menyebarluaskan produk pembelajaran dan menjelaskan tujuan produk media pembelajaran tersebut.

PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGIDALAM BAHASA INDONESIA

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi dan komputer (ICT) telah berkembang dengan pesat dalam semua aspek kehidupan kita. Tidak terkecuali terhadap MAN Sidoarjo. Pembelajaran yang menggunakan media berbasis komputer (ICT) merupakan terobosan yang baru di MAN Sidoarjo yaitu dimulai tahun 2004 yang lalu. Pembelajaran dilakukan dengan menggunakan seperangkat komputer atau laptop, LCD, dan perangkat audio. Arah inovasi ini adalah agar pembelajaran menjadi lebih menarik dan efektif.
Dalam implementasinya, inovasi ini memang diterima dengan serta-merta sebagai keniscayaan perubahan. Namun demikian, tidak semua guru dapat mengadopsi inovasi ini. Masih banyak di antara guru, khususnya guru senior kurang akrab dengan komputer. Para guru tersebut tetap menggunakan pendekatan konvensional atau telah menggunakan pendekatan pembelajaran yang baru tanpa menggunakan media presentasi pembelajaran berbasis ICT. Sementara itu beberapa guru yunior memang mau menerima inovasi tersebut dan menerapkannya dalam pembelajaran, meskipun media presentasi pembelajarannya bukan hasil karya sendiri melainkan membeli paket-paket yang sudah terjual bebas..
Demikian pula dengan pembelajaran bahasa Indonesia. Agar pembelajaran menjadi lebih menarik dan berhasil, beberapa guru menggunakan media presentasi pembelajaran dengan cara membeli dan menggunakannya secara langsung. Misalnya media pembelajaran pembacaan puisi, drama, atau film.
Dalam silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 terdapat beberapa topik pembahasan pembelajaran menggunakan wacana rekaman televisi, Namun demikian penggunaan media pembelajaran yang berhubungan dengan topik ini mengalami kendala. Kendalanya antara lain :
a. Media pembelajaran yang berasal dari televisi khususnya berita belum pernah ada, dan belum pernah dibuat apalagi dijual bebas; padahal topik tersebut beberapa kali muncul dalam silabus KTSP 2006 bahasa Indonesia SMA / MA.
b. Pembuatan media pembelajaran ini membutuhkan kemampuan yang kompleks dan relatif tinggi, khususnya bidang software & hardware komputer, yaitu desain grafis, pembuatan animasi, editing gambar dan suara.
c. Pembuatan media pembelajaran harus memiliki langkah-langkah dan prosedur tertentu sehingga cukup layak dianggap sebagai media pembelajaran.
d. Bila disampaikan hanya dengan metode pemberian tugas, siswa dan guru kesulitan menemukan stasiun televisi mana yang akan menyampaikan topik tertentu, pada hari apa dan jam berapa, karena banyak stasiun televisi.
e. Siswa sering tidak melaporkan tugas tersebut. Guru juga seringkali terlewatkan acara televisi tersebut. Pembahasan menjadi tidak efektif karena melebar dan seringkali antara guru dan siswa tidak memiliki referensi yang sama akibat selanjutnya memiliki pemahaman yang berbeda.
f. Penyampaian dengan metode ceramah, pembelajaran menjadi ’teacher centered’ siswa hanya medengarkan saja dan berakibat tidak menarik perhatian siswa dan membosankan.
g. Saat evaluasi performansi siswa, topik menjadi melebar karena pemahaman atas referensi yang berbeda. (Hasil observasi dan wawancara dengan siswa kelas X-1 dan wawancara dengan guru bahasa Indonesia.)
Pada 8-14 November 2006 lalu, MAN Sidoarjo yang diwakili oleh peneliti sendiri telah memenangi .Medali Perak (Silver Prize) untuk kategori Lomba Pembuatan Media Presentasi Pembelajaran (MPP) yang diselenggarakan oleh Dirjen Pendidikan Menengah Umum Departemen Pendidikan Nasional bersama Departemen Agama.
Berbekal pengalaman pembuatan media pembelajaran itulah, peneliti merasa sangat perlu membuat media pembelajaran untuk mata pelajaran bahasa Indonesia, khususnya topik rekaman televisi ini. Lebih lanjut, bila media pembelajaran ini dianggap memiliki kelayakan dapat disebarkan pada para guru bahasa Indonesia lain yang membutuhkannya. Demikian langka dan urgennya bagi pembelajaran, maka media pembelajaran ini segara harus dibuat.
Akhirnya, peneliti membuat Media Presentasi Pembelajaran “Sidoarjo Menangis“ (untuk selanjutnya istilah ini disingkat MPP “SM“). MPP “SM“ ini memuat rekaman berita televisi yang berhubungan dengan bencana yang berada di konteks sosial peneliti, yaitu bencana lumpur panas Lapindo Brantas. Sengaja peneliti mengambil objek ini karena bencana ini telah menjadi wacana nasional yang diperkirakan akan berlangsung hingga 30 tahunan ke depan.
Problematikanya, apakah Media Presentasi Pembelajaran (MPP) “Sidoarjo Menangis“ ini apakah dapat diterima oleh para siswa dan guru, dapatkah meningkatkan perhatian dan minat mereka dalam belajar, serta mampukah meningkatkan prestasi pembelajarannya.
Berdasarkan uraian di atas dirumuskan judul penelitian :“Penggunaan Media Presentasi Pembelajaran Bahasa Indonesia “Sidoarjo Menangis“ untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Menyimak Siswa kelas X Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo“.

PENGERTIAN KETERAMPILAN MEMBACA

    Keterampilan membaca sebagai salah satu aspek dari empat aspek keterampilan berbahasa biasanya tanggung jawabnya diserahkan pada guru bahasa Indonesia. Hal itu perlu diluruskan kalau ada anggapan demikian. Setiap guru dalam mata pelajaran apa pun harus turut bertanggung jawab atas kemampuan para siswanya, sebab faktor sangat dominan  untuk menentukan keberhasilan belajar belajar siswa adalah kemauan dan kemampuan membaca yang dimiliki oleh siswa itu sendiri.
        Setiap keterampilan yang dimiliki oleh siswa itu erat sekali hubungannya dengan keterampilan lainnya dengan beraneka ragam. Dalam memperoleh keterampilan berbahasa, biasanya melalui suatu hubungan urutan yang teratur, mulai lingkungan keluarga sebelum masuk sekolah anak belajar menyimak dan berbicara, setelah sekolah baru belajar membaca dan menulis.
        Dari jaman ke jaman model membaca selalu dipengaruhi perkembangan peradaban manusia dan ilmu pengetahuan. Pada antara tahun 1950 an dan tahun  1960 an model membaca dipengaruhi definisi dan penjelasan membaca, pada tahun 1970 an timbul model-model dan teori membaca yang bertitik tolak dari pandangan ahli psikologi perkembangan, psikologi kognitif, proses informasi psikolinguistik, sedangan tahun 1980 an proses membaca dipengaruhi psikologi eksperimental.
        Membaca merupakan suatu keterampilan yang pemilikan keterampilannya memerlukan suatu latihan yang intensif, dan berkesinambungan (Akhmad Slamet Harjasujana,1997:103). Aktivitas dan tugas membaca merupakan hal yang sangat penting dalam dunia pendidikan karena kegiatan ini akan menentukan kualitas dan keberhasilan seorang siswa sebagai peserta didik dalam studinya. Seorang guru di sekolah hendaknya dapat memberi motivasi siswa dalam dua segi, yakni kemampuan membaca. Hal ini seorang guru bahasa Indonesia perlu memilih suatu metode yang tepat untuk mencapai tujuan seperti  yang tercantum dalam  kurikulum SMA.
        Agar dapat tercapai tujuan pembelajaran tersebut guru harus dapat  menentukan metode yang dianggap lebih mudah pelaksanaannya dari metode atau alat lain misalnya dengan menggunakan metode klos.
Menurut Subyakto (1988:148), Membaca dengan cepat cenderung berpikir bahwa hanya seorang pembaca cepatlah seorang pembaca yang efektif dan efisien. Dengan demikian seorang pelajar yang membaca dengan lambat tidak dapat menyelesaikan tugasnya pada waktu yang ditentukan

PENGERTIAN METODE KLOS DALAM MEMBACA

Pengertian Metode Klos
        Klos berasal dari kata “CLOZURE” yaitu suatu istilah dari ilmu jiwa Gestalt. Hal ini seperti yang dikemukakan Wilson Taylor yang dikutip oleh Kamidjan,  bahwa: Konsep teknik klos ini menjelaskan tentang kecenderungan orang untuk menyempurnakan suatu pola yang tidak lengkap menjadi suatu kesatuan yang utuh.        ( Kamidjan, 1996:66 ).
        Berdasarkan pendapat di atas, dalam teknik klos pembaca diminta untuk memahami wacana yang tidak lengkap, karena bagian tertentu telah dihilangkan akan tetapi pemahaman pembaca tetap sempurna.
        Bagian - bagian kata yang dihilangkan itu biasanya disebut kata ke – an. Kata     ke – an itu diganti dengan tanda garis mendatar atau tanda titik-titik, karena kata ke – an bisa berupa kata benda, kata kerja, kata penghubung, dan kata lain yang dianggap penting. Tugas pembaca ialah mengisi bagian-bagian yang kosong itu sama dengan wacana aslinya.

2.2.2    Manfaat Metode Klos
Metode Klos menurut Heilman, Hittleman, dan Bartmuth (dalam Sujana,1987:144) menyatakan bahwa, teknik klos ini bukan sekedar bermanfaat untuk mengukur tingkat keterbacaan wacana, melainkan juga mengukur tingkat keterpahaman pembacanya. Melalui teknik ini kita akan mengetahui perkembangan konsep, pemahaman, pemahaman, dan pengetahuan linguistik siswa. Hal ini sangat berguna untuk menentukan tingkat instruksional yang tepat murid-muridnya.
              Berdasarkan pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan beberapa manfaat dari metode klos ini yaitu dapat  mengetahui  tingkat keterbacaan sebuah wacana, tingkat keterbacaan siswa, dan latar belakang pengalaman yang berupa minat, dan kemampuan bahasa siswa.

2.2.3    Kriteria Pembuatan Klos
Sujana (1997:147) menjelaskan kriteria pembuatan klos seperti dalam tabel berikut :
Tabel 2.1. Kriteria Pembuatan Klos
Karakteristik    Sebagai Alat Ukur    Sebagai Alat Ajar
1.Panjang Wacana



2. Delisi (lesapan)



3. Evaluasi





4. Tindak lanjut    Antara 250-350 perkataan dari wacana terpilih

Setiap kata ke-an hingga berjumlah lebih kurang 50 buah

Jawaban berupa kata, persis sesuai dengan kunci/teks aslinya: metode “exactwords”

    Wacana yang terdiri atas maksimal 150 perkataan


Delisi secara selektif bergantung pada kebutuhan siswa dan pertimbangan guru

Jawaban boleh berupa sinonim atau kata yang secara struktur dan makna dapat menggantikan kedudukan kata yang dihilangkan “contextual method”

Lakukanlah diskusi untuk membahas jawaban-jawaban siswa.
              
Berbagai penelitian telah memperlihatkan bukti bahwa teknik isian rumpang/teknik klos merupakan alat ukur keterbacaan yang mapan. Validitas dan reabilitas sebagai alat ukur bahasa Inggris terbukti cukup baik. Hal senada seperti Bachman (dalam Sujana 1987:148) mengatakan telah membuktikan keterhandalan teknik ini yang diperbandingkan dengan  beberapa skor dari tes baku/standar bahasa Inggris. Bahkan Stump dalam Oller dan Perksm (dalam Sujana 1987:148) lewat penelitiannya membuktikan bahwa tes isian rumpang dan dikte merupakan dua bentuk pengetesan yang mampu memprediksi skor intelegensi dan prestasi belajar. Kedua bentuk pengetesan tersebut (prosedur isian rumpang dan dikte) telah dikorelasikan dengan sebuah tes standar yakni The Large Thorndike Intelligence Test And The Low a Test Of Basic Skill (ITBS).
               Menurut Kamidjan (1996:69) kriteria penilaian tes klos di Indonesia lebih banyak menggunakan PAP (Penilaian Acuan Patokan), oleh karena itu lebih sesuai jika menggunakan kriteria Earl F. Rankin da Yoseph Cullhene sebagai berikut :
Pembaca berada dalam tingkat independen, jika persentase skor tes uji rumpang yang diperolehnya di atas 60 %, pembaca berada dalam tingkat instruksional, jika prosentase skor tes uji rumpang yang diperolehnya berkisar antara 41 % - 60 %, dan pembaca berada dalam tingkat frustasi atau gagal, jika prosentase skor tes uji rumpang yang diperolehnya sama dengan atau kurang dari 40 .

PEMBELAJARAN MEMBACA BAIK

    Berdasarkan pengalaman peneliti pembelajaran membaca baik yang dialami sendiri maupun yang diketahui selama ini, model pembelajarannya selalu mengacu pada apa yang ada pada buku paket. Teknik pengajaran membaca yang ada umumnya membaca pemahaman. Banyak teknik pengajaran yang selama ini tidak dipergunakan untuk melatih keterampilan membaca. Teknik-teknik itu antara lain teknik uji rumpang. Kenyataan yang terjadi di samping kemampuan dan keterampilan yang kurang pada siswa, pengajaran membaca selalu mengacu pada teknik yang ada pada buku tersebut. Dengan demikian para siswa beranggapan pengajaran membaca tujuannya semata-mata menjawab pertanyaan, mencari kata istilah yang sulit dan lain-lain. Hal ini dihadapi para siswa dengan proses yang amat lain.
        Perihal lain yang selalu muncul pada pembelajaran membaca yaitu guru Bahasa Indonesia pada umumnya hanya mengutamakan penyelesaian target materi dalam kurikulum yang orientasinya mengacu pada usaha meningkatkan kemampuan siswa dalam mengerjakan soal-soal, walaupun hal ini tidak selalu benar sebab soal-soal sering  kurang mengacu pada keterampilan berbahasa baik keterampilan menyimak, berbicara,membaca, maupun menulis.
        Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah kurangnya guru Bahasa Indonesia memahami dan menguasai teknik pengajaran membaca. Belum lagi memilih bahan bacaan yang seharusnya dalam pengajaran membaca guru dituntut mampu memilih bahan bacaan yang sesuai dengan tujuan dan tingkat perkembangan siswa, kompetensi siswa, minat dan tingkat kecakapan baca.
        Peneliti berusaha mengungkap kecepatan efektif membaca ( KEM ) siswa, karena penulis sangat prihatin dengan KEM siswa di negara kita. Kalau di negara-negara maju seperti Amerika, seorang setara SMA di negara kita (Senior High School) dalam keadaan normal sudah memiliki kecepatan membaca minimal kurang lebih 250 kata permenit, dengan pemahaman isi bacaan minimal 70 %. Jika dihitung kecepatan efektif membacanya (KEM) = 250 kpm x 70 % = 175 kpm. (Harjasujana,200:88). Kalau di Amerika siswa setingkat SMA memiliki KEM terendah ± 175 kpm, maka di Indonesia masih tidak sedikit siswa SMA KEM tertinggi ± 175 kpm. Dari pengalaman peneliti membelajarkan siswa kelas XI IPA 2 SMAN ....................., ternyata hal tersebut di atas juga terjadi. Dengan KEM ± 175 kpm, lalu bagaimana bisa menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang diharapkan melalui berbagai media cetak dalam waktu yang relatif singkat.
        Berdasarkan uraian singkat di atas, peneliti mengambil tindakan, yaitu “Meningkatkan Kecepatan Efektif  Membaca Dengan Menggunakan Metode Klos Siswa Kelas XI  IPA  2  SMAN .....................”.
Peneliti memilih metode klos untuk meningkatkan Kecepatan Efektif Membaca (KEM) karena metode klos dapat dipakai untuk mengukur tingkat keterbacaan sebuah wacana dan untuk melatih keterampilan dan kemampuan membaca

KECEPATAN EFEKTIF MEMBACA

Kata-kata kunci : Bahasa Indonesia, Kecepatan Efektif Membaca (KEM), dan Metode Klos

        Kecepatan efektif membaca mempunyai peranan yang sangat penting, karena dengan membaca cepat dan kemampuan memahami bacaan yang berkualitas seseorang bisa menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
        Kebiasaan membaca bahasa Indonesia yang kurang baik berdampak negatif pada tingkat keterbacaan seseorang atau seorang siswa. Untuk mengatasi hal tersebut sangat dibutuhkan usaha dan kreatifitas guru. Penerapan metode Klos dalam pembelajaran membaca merupakan salah satu upaya memecahkan masalah tersebut. Tujuan penelitian tindakan kelas ini yaitu untuk meningkatkan Kecepatan Efektif Membaca (KEM) dengan menggunakan metode klos siswa kelas XI IPA SMA Negeri ...................
        Penelitian tindakan kelas ini mengambil setting di SMA Negeri ...................... kelas XI IPA 2, dengan jumlah siswa 40 siswa. Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan melalui tiga siklus. Sebelum siklus I dilaksanakan perlu adanya pra tindakan yaitu identifikasi tentang metode klos dan Kecepatan Efektif Membaca (KEM), kemudian dilaksanakan siklus I sebagai penerapan metode klos, siklus II sebagai implementasi pelaksanaan metode klos, dan siklus III sebagai tahap pemantapan. Teknik analisis data menggunakan analisis kualitatif yaitu digunakan terhadap data kualitatif yang diperoleh dari hasil pengamatan siswa dan guru selama berlangsungnya pembelajaran di kelas, dan analisis kuantitatif yang digunakan terhadap hasil tes Kecepatan Efektif Membaca (KEM) siswa dengan menggunakan metode klos.
        Hasil penelitian pada siklus I tingkat keterbacaannya masih rendah, karena kecepatan efektif membaca rata-rata 87 kpm dengan tingkat Independen 18 %, tingkat Instruktional 38 % dan pada frustasi 44 %.
        Pada siklus II hasil penelitian mengalami perubahan positif yaitu kecepatan efektif membaca rata-rata 150 kpm dengan tingkat Independen 78 %, tingkat Instruksional 18 %, dan tingkat frustasi 4 %.
        Hasil penelitian pada siklus III mengalami pemantapan yaitu rata-rata Kecepatan Efektif Membaca (KEM) 210 kpm dengan tingkat independen 100 %.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa aktivitas pembelajaran membaca cepat dengan menggunakan metode klos dapat meningkatkan Kecepatan Efektif Membaca (KEM) siswa.

JENIS-JENIS VERBA TRANSITIF

Verba Transitif
Bila sebuah kata kerja menghendaki, sebuah kata yang berfungsi sebagai obyek , kata kerja tersebut disebut kata kerja transitif atau verba transitif, seperti memukul, mendapat, mengambil dan melempar. Kata kerja transitif dapat berbeda-beda lagi atas beberapa hal berikut ini.
a.    Monotransitif / Ekatransitif
Kata kerja mono transitif/ ekatransitif adalah kata kerja yang menhendaki sebuah obyek, misalnya : membawa, membeli, mengairi dan mendinginkan. Contoh dalam kalimat.
La membeli sebuah buku baru
Ia memburu adiknya ke rumah sakit
Petani mengairi sawahnya
b.    Bitransitif /Dwitransitif
Kata kerja bitransitif atau dwitransitif adalah kata kerja transitif yang menghendaki dua buah obyek kata kerja transitif semacam ini disebut juga kata kerja transitif ganda, misalnya : membelikan, menuliskan, menulis, menganugerahkan, menganugerahi, menghadiahkan, membawakan, mengirimi, menyerahi.
Contohnya dalam kalimat :
Ayah menghadiahkan sebuah buku kepada saya
Ayah menghadiahi saya sebuah buku
Pemerintah menganugerahkan bintang kehormatan ke padaku
Pemerintah menganugerahi saya bintang kehormatan.

Seperti tampak dalam contoh-contoh di atas, kata kerja yang mengandung dua macam obyek, yaitu obyek langsung dan obyek tidak langsung. Kata kerja mengandung me-N-Kan menempatkan barang seperti obyek langsung, sedangkan orang sebagai obyek tak langsung , yaitu sebagai pelengkap benelakut (yang mendapat atau memperoleh barang yang disebut dalam obyek langsung). Sebaliknya, kata kerja dengan me-N-i menempatkan orang sebagai obyek tak langsung. Perbedaan lain adalah kata kerja dengan me-N-Kan menghendaki kata perangkai untuk, bagi, dan kepadanya sebagai penanda yang tak langsung, sedangkan kata kerja dengan me-N-i tidak menghendaki kata perangkai. Teori tersebut di atas (diagram pohon) tidak berbeda dengan teknik analisa data dalam penelitian ini yang menggunakan metode Top Down (menurun) dan botton up (menaik) (Djajasudarma, 1993 :6).
Urutan-urutan penanda verba seperti dinyatakan di atas perlu diperhatikan sebab prefiks atau infiks secara wajib memang diperlukan untuk menurunkan verba.
Setiap verba transitif mengenal sejumlah bentuk yang berbeda-beda makna dan ciri semantisnya. Analisa dengan menggunakan diagram pohon tersebut. Secara rinci dan lebih khusus menguraikan fungsi masing-masing frase dan memberi ciri positif posisi masing-masing.  Verba Turunan dan Proses Penurunanya
Verba turunan adalah verba yang sudah mengalami afikasi, reduplikasi pada kata atau kelompok kata. Dengan demikian, kita peroleh verba seperti (a) mengondi ‘mengunci’ pelaika’ buatlah rumah’lakoako ‘ pergi dengan satu maksud’ (b) meori-orikee’ memanggil berkali-kali’ mosu-susua ‘menyanyi sekedarnya’ metutu-tutura ‘berbicara terus menerus’ (c) mate modandi ‘berjanji sampai mati’ lakonggare’ berjalan kaki’ mate modola ‘melihat sampai mati’
Ada tiga afiks yang dipakai untuk menurunkan verba , yaitu prafiks, infiks dan sufiks. Prefiks adalah afiks yang diletakan di muka dasar, infiks ditempatkan di tengah dasar, dan sufiks ditempatkan di akhir dasar kata.
Ada pula verba turunan yang dibentuk dengan menambahkan afiks apit, yaitu gabunagan prefiks yang mengapit dasar kata, tetapi gabungan itu tidak membentuk satu kesatuan (konfiks). Afiks apit mo- dan ako pada verba turunan , momoneako’ memanjatkan ‘ tidak secara serentak ditempatkan pada verba dasar mone ‘panjat’ tetapi sufiks –ako dahulu kemudian prefiks mo-. Disamping itu, ada pula gabungan infiks dan sufiks yang juga tidak membentuk satu kokesatuan(konfiks). Afiks-in-dan –ako pada verba turunan, misalnya hinunuako’dibakarkan’ dahulu menjadi hinunu ‘ dibakar’ kemudian dengan sufiks-ako (Sailan et al 1995 : 58).

CONTOH INFORMASI YANG BERUPA SARAN

informasi yang berupa saran


                            Kenaikan Haraga BBM dan Kemiskinan
Sebagai peneliti yang melakukan kajian tentang kenaikan harga BBM termasuk kemiskinan, saya sebetulnya merasa sangat gembira melihat begitu banyaknya tanggapan terhadap studi ini tetapi saya ikut sedih melihat kebanyakan tanggapan tidak diikuti dengan analisis yang menggunakan metodologi yang memadai umumnya tanggapan ini lebih disebabkan oleh sangkaan yang tidak mendasar sehingga seolah-olah riset ini dilakukan secara parsial tanpa melkihat kelompok lain yang kurang jelas.
Mari saya sedikit jelaskan bagaimana sejarah penelitian ini. Penelitian ini dimulai sejak tahun 2000 pada saat LPEM diminta baik oleh Kantor Menko Perekonomian (Pak Kwik Kian Gie masih menjadi Menko) dan Departemen ESDM (Pak Presiden SBY waktu itu menjadi menterinya) menyiapkan kajian tentang dampak makro BBM. Kajian dimulai dari sekedar analisis sangat sederhana dengan melihat pwerbedaan harga domestic dan luar negeri dan distribusi penerima subsidi BBM. Kebetulan saya pribasdi sejak tahun 1992 melaqkukan riset individual melihat dampak regresif dari harga BBM. K
Karena harga BBM dinaikkan setiap tahun (2001 dan 2002) maka LPEM diminta melanjutkan proses ini masuk melakukan sosialisasi dibeberapa daerah di Indonesia tenatng dampak BBM. Metode penelitian pun disempurnakan setelah mendapatkan feedback dari pertanyaan daerah saat kami melakukan sosialisasi termasuk dalam melihat dampaknya terhadap rumah tangga khususnya rumah tangga miskin.
                                                      Sumber : Pasific Link, 23 Agustus 2007) 


      

PENGERTIAN VERBA DAN JENIS-JENIS VERBA

Verba
Verba atau kata kerja biasanya dibatasi dengan kata-kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan. Namun batasan ini masih kabur karena tidak mencakup kata-kata seperti tidur dan meninggal yang dikenal sebagai kata kerja tetapi tidak menyatakan perbuatan atau tindakan sehingga verba disempurnakan dengan menambah kata-kata yang menyatakan gerak badan ..., atau terjadinya sesuatu sehingga batasan itu menjadi kata kerja adalah kata-kata yang menyatakan perbuatan, tindakan, proses, gerak, keadaan dan terjadinya sesuatu (Keraf, 1991 :72).
Sedangkan menurut Sudaryanto (1991 : 6) yang dimaksud dengan verba adalah kata yang menyatakan perbuatan, dapat dinyatakan dengan modus perintah, dan bervalensi dengan aspek keberlangsungan yang dinyatakan dengan kata ‘lagi’ (sedang).
Seperti halnya dengan kata benda untuk menentukan apakah sebuah kata adalah kata kerja(verba) atau tidak, kita mengikuti dua prosedur, penetapan dengan kriteria praseologi (Keraf, 1991 : 13).
Sebagai salah satu kelas kata dalam tuturan kebangsaan verba mempunyai frengkuensi yang tinggi pemakaiannya dalam suatu kalimat. Selain itu, verba mempunyai pengaruh yang besar terhadap penyusunan kalimat. Perubahan struktur pada kalimat  sebagian besar ditentukan oleh perubahan bentuk verba.
Pendapat lain, dikemukakan oleh Harimurti Kridalaksana (1993: 226) menyatakan bahwa verba adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat dalam beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis seperti kata, aspek, dan pesona atau jumlah. Sebagian verba memiliki unsur semantis perbuatan, keadaan dan proses, kelas kata dalam bahasa Indonesia ditandai dengan kemungkinan untuk diawali dengan kata tidak  dan tidak mungkin diawali dengan kata seperti sangat, lebih, dan sebagainya.
Selanjutnya pendapat yang hampir sama juga dikemukakan oleh Mess (1992:4) yang berhubungan dengan pengertian verba atau kata kerja. Beliau mengatakan : sesuai dengan namanya, kata kerja pada umumnya menyatakan suatu pekerjaan, perbuatan atau gerak. Ciri-ciri fisik lain yang ditampakan secara tradisional adalah kemungkinan menduduki fungsi predikat oleh sebuah kalimat verba. Ciri-ciri fisik yang paling menonjol adalah kemampuan menduduki posisi memerintah(imperatif) secara langsung.
Untuk memberikan uraian yang lebih jauh tentang  kontruksi verba transitif bahasa Tolaki secara khusus perlu diberikan perhatian terhadap verba transitif ( kata kerja yang memerlukan obyek). Verba adalah salah satu kategori kata yang memegang peranan penting dalam proses (keaktifan) berbahasa. Verba mempunyai frengkuensi yang tinggi dan sangat berpengaruh pada penyusunan kalimat. Perubahan struktur kalimat dalam proses berbahasa sebagian besar ditentukan oleh perubahan bentuk morfologi verbanya.
‘VO” adalah lambang yang mengingatkan pada kata ‘verba’ dan ‘obyek’ lambang dan istilah itu sering digunakan oleh para ahli pengkajian semestaan bahasa dan tipologi bahasa. Bahasa “VO” adalah bahasa yang predikatnya secara tegas terdapat di sebelah depan obyeknya. Hala itu tentu saja dengan ketentuan predikat itu berupa verba transitif yang memang secara universal dimiliki ileh bahasa-bahasa di dunia (Sudayanto, 1990).
Secara umum selalu berkedudukan sebagai predikat dalam pembentukan kalimat. Hal ini tidak terlepas pula pada tipe verba transitif pada khususnya.
2.4 Bentuk Verba
Yang dimaksud dengan verba dalam hubungan ini adalah penampakan atau rupa satuan fungsi atau satuan gramatikal verba. Berangkat dari pengertian bahwa kata merupakan “ hasil akhir dari proses morfemis “ dan merupakan “ satuan-satuan terkecil sesudah sebuah kalimat dibagi atas bagian-bagian, yang mengandung ide “(Keraf, 1970:5), boleh dikatakan bahwa kata dapat membentuk “monomorfemis “dan polimorfemis” (Vehaar) atau “kata tunggal”dan kata kompleks”(Ramlan, dalam Saleh 1988 : 8).
Istilah monomorfemis dan polimorfemis jelas didasarkan pada kriteria jumlah morfem yang mendukung suatu kata. Kata yang terdiri atas satuan morfem disebut monomorfemis atau kata tunggal dan kata yang terdiri atas dua morfem atau lebih disebut polimorfemis atau kata komleks.
Berdasarkan pembentukannya dapat dibedakan atas dua bentuk yaitu verba asal/pangkal/dasar dan turunan. Verbal asal dasar adalah verba dasar yang belum mendapat tambahan afiks, tetapi terdiri dan memiliki makna independen. Sedangkan verba turunan sudah mendapat tambahan afiks.
Dalam pembentukan verba turunan terdapat dua jenis afiks, masing-masing bersifat infleksional dan derivasional distribusi berbeda dengan kata dasarnya.
Contoh :
1.    Golu ‘bola’(nomina) -------megolu’bermain bola’(verba transitif)
Inaku megolu
‘saya bermain bola’
2.    Owose ‘besar’(adj)-------mombokoowose’memperbesar’ (verba transitif)
I ama mombokoowose laika
‘Ayah memperbesar rumah’

2.5    Ciri-Ciri Verba
Pembagian verba dilakukan dengan mengamati (1) bentuk morfologis, (2) perilaku sintaksis dan (3) perilaku semantisnya secara menyeluruh dalam kalimat sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka penelitian ini hanya menguraikan verba berdasarkan bentuk-bentuk verbanya, proses merfofonemis serta pengimbuhan secara umum, peneliti mengacu pada pembagian verba yang dikemukakan oleh Chafe (1970:98), yang mengatakan bahwa : berdasarkan ciri-ciri semantisnya verba terdiri atas (1) verba keadaan, ialah verba yang menyatakan suatu keadaan, dan (2) ciri umum verba bahasa Tolaki adalah berfungsi utama P, dan sebagai P verba cenderung di dampingi ileh fungsi yang ditempatioleh jenis kata lain (biasanya nomina). Jadi dalam kalimat iniro moiso ‘ mereka tidur’ dapat ditentukan iniro’mereka’ bukanlah verba dan bukan pula P, yang verba dan P adalah moiso ‘tidur’. (Sailan et al 1995 : 55). Proses, ialah verba menyatakan proses-proses, dan (30 verba aksi, ialah verba yang menyatakan suatu aksi.
Berdasarkan pengertian verba di atas secara umum verba dapat diidentifikasikan dan dibedakan dari kelas kata yang lain. Hal itu dapat dilihat dari ciri-ciri verba atau tanda-tanda formal yang menyebabkan suatu kata dianggap termaksud dalam kategori verba.
Selaras dengan pengertian di atas, Moeliono et al, (1992 :76) menguraikan ciri-ciri verba sebagai berikut (1) berfungsi utama sebagai predikat atau sebagai ciri predikat dalam kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain, (2) verba mengandung dasar perbuatan (aksi proses atau keadaan yang bukan bersifat kualitas), dan (3) verba khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks-ter, yang berarti paling.
Dilihat dari hubungan verba dan nomina transitif dapat dibagi atas dua, yakni verba aktif dan verba pasif. Verba aktif adalah verba yang subyeknya berperan sebagai pelaku dan penanggap peristiwa, sedangkan verba pasif adalah verba yang subyeknya berperan sebagai penderita, sasaran atau hasil. Hal tersebut dapat dilihat dalam contoh-contoh sebagai berikut :
1.a I Ali Mombowehi I Herlina o bunga
‘ Ali memberi Herlina Bunga
1.b Herlina pinowehi o bunga
‘Herlina diberinya bunga’
Kalimat (1a) adalah verba aktif dan kalimat (1b) adalah verba pasif peristiwa yang diberikan dalam kalimat (1 a ) dan (1 b ) pada dasarnya sama. Hanya sudut pandangnya yang berbeda, yakni pada (1 a ) melihat dari sudut “ pelaku “ peristiwa.sendangkan ( 1b ) dari sudut maujud yang di kenal oleh peristiwa itu. Dalam kedua kalimat tersebut, ‘bunga ‘ menyatakan maujud yang tempatnya dalam konstruksi itu dapat di ubah dan dari segi makna verba harus hadir sehingga disebut  pelengkap atau obyek langsung (Sidu, dkk, 1995: 14).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulakan bahwa dilihat dari hubungan verba dan nomina verba transitif dapat dibagi dua, yakni verba aktif dan verba pasif.

BAHASA TOLAKI DIALEK KONAWE

2.1 Bahasa Tolaki Dialek Konawe
Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh para peneliti dalam bidang bahasa di Sulawesi Tenggara, diantaranya oleh Pattiasina dkk, mengatakan bahwa “ Bahasa Tolaki merupakan bahasa daerah yang paling besar jumlah pendukungnya di sulawesi tenggara dan memegang peranan yang cukup besar dalam berbagai sektor kehidupan, terutama dalam kehidupan kebudayaan.”
Bahasa Tolaki terdiri atas tiga dialek yaitu dialek Konawe dan Wawoni’i di kabupaten Kendari, dan dialek mekongga di Kolaka. Di dalam penelitian ini akan mengkaji bahasa Tolaki dialek Konawe. Bahasa Tolaki merupakan bahasa yang digunakan oleh orang tolaki (bahasa ibu), dalam kehidupan sehari-hari di samping itu, juga berfungsi sebagai alat-alat pendukung utama kebudayaan daerah, seperti tercermin dalam berbagai bentuk kesenian dan adatnya.
2.2 Morfologi
Secara potensial semua kata yang mengandung imbuhan me-, ber-, kan-, dan – i atau penggabungannya dapat dicalonkan sebagai kata kerja. Di samping itu ada sejumlah kata-kata kerja yang tidak mengandung bentuk-bentuk itu tetapi secara tradisional dimaksudkan dalam kelompok kata kerja misalnya; tidur, bagun, datang, lupa dan ikut.
Dalam merealisasi sebuah morfem, bentuk morfem itu dapat berubah karena pengaruh morfem lainnya atau pengaruh fonem yang mengikutinya. Proses perubahan bentuk sebuah morfem karena pengaruh lingkungan ini disebut morfofonemik. Sebaliknya, bentuk morfem yang berubah ini disebut alomorf. Bentuk morfem yang berubah itu dapat berjumlah satu atau lebih, tergantung dari pengaruh lingkungan itu.
Morfem ber- dalam bahasa Indonesia misalnya dalam realisasinya dapat berubah menjadi ber-, be-, bel- dalam lingkungan tertentu. Bentuk ber-, memasuki hampir semua lingkungan, sebaliknya bila memasuki lingkungan kata yang berfonem awal / r / atau suku kata pertamanya mengandung  / er /, ber-, berubah menjadi be-. Dalam satu kasus, ber-, berubah menjadi bel- (Karaf, 1991 :43).

Setiap verba transitif mengenal sejumlah bentuk yang berbeda-beda maknanya dan ciri sintaksisnya. Dari segi maknanya, verba transitif mengungkapkan peristiwa yang melibatkan dua atau tiga maujud yang masing-masing ; sumber (pelaku/pengalan/peneral), maujud secara langsung dikenai oleh peristiwa itu (sasaran/tujuan/penderita) dan untuk verba dwitransitif-maujud yang dialatkan untuk mengadakan peristiwa tersebut (pelengkap). Peristiwa itu dapat diberikan dari dua sudut, yaitu dari sudut sumbernya atau dari sudut sasarannya. Kedua sudut pandang itu memerlukan bentuk verba tersendiri. Masing –masing bentuk aktif dan bentuk pasif.
Disamping bentuk aktif dan pasif itu tersebut bentuk khusus untuk perintah(imperatif). Titik tolak pemerian peristiwa menempati gatra (posisi fungsional) subjek dalam kalimat. Subyek bentuk aktif adalah pelaku/pengalan/peneral, sedangkan subyek bentuk pasif adalah sasaran/tujuan/ penderita yang dalam bentuk aktif menempati gatra obyek. Sasaran peristiwa bentuk aktif dapat membentuk kritika pronomina persona tunggal ( -aku, -ku, -ko, mu, -no, nya) yang berpadu dengan bentuk aktif verba. Begitu pula ‘sumber’ peristiwa dalam bentuk pasif (ku, ku u, kau dan no nya) (Sailan et al, 1994 : 61).

Rabu, 06 Juni 2012

RPP Mengintifikasi Unsur- Unsur Intrinsik dan EkstrinsikSuatu Cerita yang Disampaikan Secara Langsung 

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) 

SEKOLAH : SMA Kartika Kendari 
MATA PELAJARAN : Bahasa Indonesia 
KELAS : X 
SEMESTER : 1
 ALOKASI WAKTU : 2 x 45 Menit

A. STANDAR KOMPETENSI
 Mendengarkan: 1. Memahami siaran atau cerita yang disampaikan secara langsung/tidak langsung.

B. KOMPETENSI DASAR 
Mengidentifikasi unsur sastra (intrinsik dan ekstrinsik) suatu cerita yang disampaikan secara langsung/rekaman. 

C.INDIKATOR 
1. Kognitif 
    a. Proses 
       - Mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik yang ada di dalam cerpen
    b. Produk 
      - Menentukan unsur intrinsik yang ada di dalam cerpen 
      - Menjelaskan maksud unsur intrinsik cerpen 
2. Psikomotor 
    -Menyampaikan unsur-unsur intrinsik yang telah ditemukan di dalam cerpen 
    - Menanggapi penjelasan tentang unsur-unsur yang ditemukan oleh teman.
3.  Afektif 
   a. Karakter
      - Kerja sama 
      - Teliti 
      - Tanggap
   b. Keterampilan sosial
      - Menyampaikan hasil diskusi dengan baik dan benar 
      - Membantu teman yang mengalami kesulitan. 
D.TUJUAN PEMBELAJARAN 
1. Kognitif
   a. Proses 
      -Setelah membaca cerpen yang disajikan, siswa diharapkan mampu menemukan unsur-unsur intrinsik yang terdapat di dalam cerpen 
   b. Produk Setelah membaca dan membahas hasil pencapaian tujuan proses di atas, siswa diharapkan mampu menuliskan kembali unsur-unsur intrinsik yang telah ditemukan. 
2. Psikomotor
        Secara berkelompok siswa dapat menyampaikan unsur intrinsik cerpen yang disediakan dalam LKS 1: psikomotor.
3. Afektif 
    a.  Karakter
        -Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperhatikan kemajuan dalam perilaku seperti kerja sama, teliti dan tanggap.
    b. Keterampilan sosial 
       -Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperlihatkan kemajuan dalam kerampilan menyampaikan hasil diskusi dengan bahasa yang baik dan benar, bekerja sama dalam kelompoknya, dan membantu teman yang mengalami kesulitan. 

E. MATERI PEMBELAJARAN 
    -Teks cerita pendek 

F. MODEL DAN METODE PEMBELAJARAN 
    1.Model pembelajaran : pembelajaran langsung (eksplisit) 
    2. Metode pembelajaran Diskusi Unjuk kerja Penugasan 

G. BAHAN
    -Cerita Pendek

H. ALAT
    - Lembar kerja 
    -Spidol

I.  SKENARIO PEMBELAJARAN
NoKegiatan
A1Kegiatan awal (10 menit)
1.  Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam dan menanyakan keadaan siswa yang tidak hadir.
 2. Guru memberi motivasi kepada siswa.
 3.  Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang harus dicapai.
 4. Guru melakukan apersepsi dengan bertanya mengenai pengetahuan siswa tentang unsur intrinsik yang terdapat dalam karya sastra
B1Kegiatan inti (25 menit)
 1. Siswa membentuk kelompok antara 4-5 orang per kelompok.
 2.  Guru memberi penjelasan tentang kinerja yang akan dilakukan siswa pada saat menyimak cerita yang akan disampaikan.
 3. Siswa mendengarkan/menyimak cerita pendek yang sudah disediakan oleh guru, yang akan dibacakan oleh teman secara bergantian.
 4.  Secara berkelompok siswa berdiskusi mengenai unsur intrinsik di dalam cerpen kemudian mengidentifikasi dan menuliskan unsur intrinsik yang terdapat di dalam cerpen.
 5.  Setiap kelompok menunjuk salah satu anggotanya untuk menyampaikan secara lisan hasil diskusi secara runtut dan jelas di depan kelas.
 6. Siswa bertanya jawab/menanggapi informasi yang didengar/disimak dengan bahasa dan alasan yang rasional dan logis. 
C1Kegiatan akhir (10 menit)
 1. Guru dan siswa melakukan refleksi tentang pembelajaran hari ini.
 2. Guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran hari ini.
 3. Guru memberi tugas kepada siswa kemudian pembelajaran ditutup dengan salam.

J. SUMBER PEMBELAJARAN
   -Buku: Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA kelas X Materi esensial Bahasa Indonesia Silabus.

K.EVALUASI DAN PENILAIAN
    - Tugas Individu: Menggunakan LKS
    - Jenis Tagihan Penilaian: LKS 1 dan LP 1 
    - Bentuk Instrumen Penilaian: Uraian Bebas Jawaban Singkat  

L.  LEMBAR KERJA SISWA (LKS)
     BAHASA INDONESIA SMA KELAS X SEMESTER 1     
  -Standar Kompetensi Mendengarkan: 1. Memahami siaran atau cerita yang disampaikan secara langsung/tidak langsung. 
 Oleh: 
      Media Pembelajaran: Cerpen Aku bagaikan manusia yang terhina. Rasanya kehadiranku tak pernah diharapkan siapapun, bahkan oleh kedua orang tuaku. Aku lahir dari sebuah keluarga yang hidupnya sangat memprihatinkan. Teramat sangat, karena kedua orang tuaku hidup dengan tidak layak ditambah lagi dengan pendidikan rendah dan sikap yang kolot. Hidup dengan kekurangan disana-sini menjadikan ibu dan bapak sebagai orang tua yang haus akan materi. Namun parahnya tiada upaya, hanya impian meninggi namun sangat tipis usaha untuk menggapainya. Jangan tanyakan di mana keluarga kami yang lain. Karena keadaannya sama saja. Entah mengapa aku lahir di tengah-tengah kelurga bobrok ini, bahkan aku menyebutnya keluarga terkutuk.
     Pada dasarnya orangtuaku mengharapkan anak mereka yang lahir adalah lelaki, karena mereka berharap kami akan membantu perekonomian keluarga. Namun, anak pertama terlahir sebagai perempuan, berlanjut terus tanpa henti hingga aku terlahir sebagai perempuan di urutan ke delapan. Hah…tidak usah heran, karena mereka pun tak pernah lelah mengharapkan impian bodoh mereka itu. Kedengarannya kasar sekali aku mengecam orang tua dan keluargaku sendiri. Namun, itulah kerasnya kehidupan, kadang kita akan terseret ke dalam arus disekelilingnya. Aku muak!! Aku tak ingin terus-terusan hidup luntang – lantung dalam kehidupan menyebalkan seperti ini. Apalagi setelah kelahiranku beberapa tahu lalu bapak pergi entah ke mana. Ia mungkin tak sanggup lagi memikul tanggung jawab untuk menafkahi sembilan orang perempuan yang hanya menyusahkan kehidupannya. Aku tahu di luar sana ia pasti berteriak lega. Hingga sudah bisa ditebak aku tak pernah tahu bagaimana rupa bapakku itu. 
     Malam ini ku pilih sebagai malam yang tepat untuk mengakhiri bebanku selama ini. Apakah aku akan bunuh diri? Owh, tidak!! Aku tidak sebodoh itu. Aku hanya ingin memulai kehidupan baruku. Yaa, sama seperti bapak yang lari meninggalkan kami. Toh aku juga tidak akan dicari oleh mereka. Malah sangat pasti mereka akan senang, karena tanggungan mereka berkurang satu lagi. Hari-hariku berjalan dan berlanjut apa adanya. Awalnya sulit karena aku harus hidup sendiri tanpa ada yang perduli dengan diriku. Terkadang aku berpikir untuk mencari bapak. Ibu pernah bercerita, bahwa bapak mempunyai tanda yang bisa aku kenali. Yaitu ia mempunya tanda lahir berbentuk bulan sabit berwarna hitam legam di punggung sebelah kanan. 
    Tanda yang langka, sehingga mudah untuk dikenali. Namun, apakah mungkin aku memeriksa punggung setiap laki-laki? Hah, mustahil. Sudahlah aku pun melenyapkan keinginan gila itu. Lagipula jika aku bertemu dengannya, aku mau apa darinya? Aku sudah teramat benci terhadapnya. Lelaki tak bertanggung jawab.!! Mungkin itulah awal dari kebencian ku yang teramat sangat terhadap lelaki. Apalagi aku terbiasa hidup di lingkungan perempuan yang mandiri tanpa lelaki. Ibu pun seolah mengajarkan untuk benci terhadap lelaki. Akhirnya ini juga yang membawaku ke dalam lembah kesalahan. Semua orang tahu bahwa hidup di jalan bukanlah hal mudah. Sangat banyak godaan yang menyesatkan. Dan aku pun tak bisa menghindarinya. Dan yang membuat aku bertahan dengan semua itu karena aku menikmatinya. Aku tak punya keahlian apa-apa. Yakh, terpaksa untuk membiayai hidup aku pun bekerja menjual diri. Mungkin bagi orang, perjalanan ini sudah biasa. Sudah tak sedih lagi. Sudah bassiiii….!!! Tapi itu tanggapan orang yang hanya mendengarnya, tapi bagiku yang merasakannya, ini sangat sakit. Saakiiit…. dan pedih…! Namun hal itu tak membuatku sedikit bersimpati terhadap pria. Jangan pikir aku akan menyerahkan tubuh ini pada pria-pria di luar sana yang nakal. Hah,,,tidak!! Tidak akan pernah.!! Lalu,, pada siapa?? Yakh, tentu saja terhadap sesama jenisku: perempuan. Hufft….aku merapikan pakaianku dan bergegas meninggalkan hotel. Siang itu aku baru saja “melayani” pelanggan setiaku. Pelangganku memang terbilang sedikit, karena memang susah untuk mencari yang seperti kami. Mungkin banyak, tetapi banyak yang tidak mau mengakui bahwa mereka adalah kaum lesbi. Namun, biarlah dengan begitu sainganku tidak terlalu banyak, dan tentu saja bayaranku akan tinggi. Seiring bertambahnya usia, pelangganku semakin berkurang.
    Apalagi usia yang semakin menua membuat parasku tak secantik dulu. Tenagaku pun tak sehebat dulu lagi. Sehingga banyak pelangganku yang kabur. Aku pun mulai berpikir untuk mencoba “menjualnya” kepada lelaki. Aku yakin pelanggan lelaki lebih banyak dan lebih mudah didapat. Lagipula tubuhku pun masih belum terlalu jelek bagi para lelaki. Awalnya aku berat, sangat berat. Aku tak pernah membayangkan akan melakukannya dengan lelaki. Karena terus terang rasa benci yang tertanam sejak kecil, belum bisa aku lenyapkan. Tapi kehidupan yang menuntunku.  Malam ini, aku pun mendapatkan pelanggan pria pertama ku. 
     Aku sama sekali tak merasakan apapun terhadap pria ini. Seorang pria paruh baya, yang dalam pikiranku sungguh tidak tahu diri. Seharusnya ia insaf, karena melihat tampangnya ia tak akan berumur panjang lagi. Tapi,,, sudahlah. Yang terpenting aku mendapatkan uang. Kami pun memulainya. Aku sungguh baru pertama melakukan ini dengan pria, setelah puluhan tahun aku bergelut dalam dunia hitam ini dan melakukannya dengan wanita. Aku merasakan hal aneh. Entah, apa namanya. Aku merasakan kesedihan yang mendalam. Ketika ia mulai menjelajahi tubuhku, hingga melucuti satu-persatu pakaian yang melekat ditubuhku. Namun, ditengah “permainan hot” kami itu, aku tersentak kaget. Aku kemudian segera memakai pakaianku. Aku tak peduli ketika pria itu terus memanggilku. Aku menghempaskan tubuhnya yang masih berusaha untuk memaksa aku kembali melanjutkan hubungan tadi. “ Kita belum selesai nona!! Jadi kamu tidak akan bisa lari dariku”. Huh…aku tidak peduli. Aku menhempaskan tubuhnya. Kutatap lekat-lekat wajahnya. Wajah itu seperti tak asing bagiku. Bahkan aku segera merasakan perasaan benci yang memuncak terhadap semua lelaki. Aku berlari terus berlari. Tiba-tiba saja rasa penasaran tentang sosok selama ini yang aku cari-cari hilang sudah. Karena baru saja aku melihat sebuah tanda bulan sabit berwarna hitam legam di punggung sebelah kanan. SELESAI 
LKS 1: LEMBAR KERJA SISWA 
Bahasa Indonesia
 Nama……………………. Kelompok……………… Tanggal………………. 
Kegiatan 1 
    Bacalah cerita pendek yang telah disediakan. Setelah membaca, kerjakan langkah-langkah berikut: 
 Tentukanlah unsur-unsur intrinsik yang terdapat di dalam cerpen tersebut! ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. 
 LKS 2: LEMBAR KERJA SISWA Bahasa Indonesia 
Nama……………………. Kelompok……………… Tanggal………………. 
Kegiatan 2 
    Carilah sebuah Cerpen. Lalu bacalah. Setelah membaca, kerjakan langkah-langkah berikut: 
Tentukanlah unsur-unsur intrinsik yang terdapat di dalam cerpen tersebut! ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………. 
LEMBAR PEGANGAN GURU (LPG)
 BAHASA INDONESIA
 SMA KELAS X 
SEMESTER 1 
 Standar Kompetensi Mendengarkan: 1. Memahami siaran atau cerita yang disampaikan secara langsung/tidak langsung. Oleh:   Unsur Intrinsik Karya Sastra adalah unsur-unsur yang secara organik membangun sebuah karya sastra dari dalam
 Contoh
 unsur intrinsik
 (1) tokoh 
(2) alur
 (3) latar,
 (4) judul 
(5) sudut pandang
 (6) gaya dan nada 

 Secara umum unsur-unsur intrinsik karya sastra prosa adalah: 
1. Tokoh /karakter
 2. Alur / plot
 3. latar/ setting
 4. sudut pandang (point of view)
 5. tema
 6. amanat 

     Karakter adalah orang yang mengambil bagian dan mengalami peristiwa-peristiwa atau sebagian peristiwa-peristiwa yang digambarkan di dalam plot. 
      Plot adalah rangkaian peristiwa yang satu sama lain dihubungan dengan hukum sebab-akibat.  Latar adalah latar peristiwa yang menyangkut tempat, ruang, dan waktu. 
    Tema adalah gagasan pokok yang terkandung dalam drama yang  berhubungan dengan arti (mearning atau dulce) drama itu; bersifat lugas, objektif, dan khusus. 
    Amanat adalah pesan yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca yang berhubungan dengan makna (significance atau utile) drama itu; bersifat kias, subjektif, dan umum. 

PEMBEDAAN TOKOH
 A. Dilihat dari segi peranan/ tingkat pentingnya/ keterlibatan dalam cerita 
1. tokoh utama (main/ central character) yaitu tokoh yang diutamakan penceritaannya 
2. tokoh tambahan (peripheral character) yaitu penceritaan relatif pendek (tidak mendominasi) 
 B. Dilihat dari fungsi penampilan tokoh
 1. Protagonis memberikan simpati, empati, melibatkan diri secara emosional terhadap tokoh tersebut. Tokoh yang disikapi demikian disebut tokoh protagonis.
 2. Antagonis - tokoh yang menyebabkan terjadinya konflik - beroposisi dengan tokoh protagonis - Peran antagonis dibedakan menjadi dua, yaitu: 
1. tokoh antagonis 
2. kekuatan antagonis (tak disebabkan oleh seorang tokoh) 
 Contoh:
 bencana alam, kecelakaan, nilai-nilai sosial, lingkungan alam, nilai moral, kekuasaan dan 
kekuatan yang lebih tinggi, dan sebagainya. 
 C. Berdasarkan Perwatakannya 
1. Tokoh Sederhana/ Simple/ Flat Tokoh yang hanya mempunyai satu kualitas pribadi (datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu). Biasanya dapat dirumuskan dengan satu kalimat 
2. Tokoh Bulat/ Complex/ Round Diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupan, kepribadian, dan jati dirinya. Bertentangan, sulit diduga, dan mempunyai unsur surprise. Keduanya tidak bersifat bertentangan, hanya merupakan gradasi saja. 
 D. Berdasarkan berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh 
• Tokoh Statis adalah tokoh tak berkembang yang secara esensial tidak mengalami perubahan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat peristiwa-peristiwa yang terjadi. 
• Tokoh Berkembang 
• mengalami perkembangan perwatakan dalam penokohan yang bersifat statis biasanya dikenal tokoh hitam dan tokoh putih 
 E. Berdasarkan Kemungkinan Pencerminan Tokoh terhadap Manusia dari Kehidupan Nyata
 • Tokoh Tipikal pada hakekatnya dipandang sebagai reaksi, tanggapan, penerimaan, tafsiran pengarang terhadap tokoh manusia di dunia nyata. 
Contoh
 guru, pejuang, dan lain-lain.
 • Tokoh Netral tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia benar-benar merupakan tokoh imajiner 

 LEMBAR PENILAIAN (LP) BAHASA INDONESIA
 SMA KELAS X 
SEMESTER 1
 Standar Kompetensi Mendengarkan: 1. Memahami siaran atau cerita yang disampaikan secara langsung/tidak langsung. 

 LP 1 : KOGNITIF PROSES
 Pedoman Penskoran LKS 1 No Komponen Deskriptor Skor 1 2 3 1 Mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik yang ada di dalam cerpen Siswa mampu Mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik yang ada di dalam cerpen
 Keterangan: 
 (1) sangat tepat 
 (2) tepat 
 (3) tidak tepat 
     
          Cara Pemberian Nilai Rumus: Nilai=(Skor Perolehan Siswa)/(Skor Maksimun) x 100  


 LP 2 : KOGNITIF PRODUK
No
Komponen

Deskriptor
skor
1
Mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik yang ada di dalam cerpen

Siswa mampu Mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik yang ada di dalam cerpen
 1
2
3

Keterangan:
 (1) sangat tepat 
 (2) tepat 
 (3) tidak tepat
        Cara Pemberian Nilai Rumus: (Skor Perolehan Siswa)/(Skor Maksimun) x 100  

 LP 3 : PSIKOMOTOR
    Pedoman Penskoran LKS 2 No Komponen Deskriptor Skor Catatan 1 Mampu membacakan hasil identifikasi unsur intrinsik yang terdapat di dalam cerpen, dengan kriteria: Suara Lafal Intonasi Sangat jelas Kurang jelas Tidak jelas Sangat jelas Kurang jelas Tidak jelas Sangat jelas Kurang jelas Tidak jelas 3 2 1 3 2 1 3 2 1 2 Menanggapi hasil identifikasi yang disampaikan teman Siswa mampu menanggapi hasil identifikasi unsur intrinsic cerpen yang disampaikan teman 1 2 3

 Keterangan:
 (1) sangat tepat
 (2) tepat
 (3) tidak tepat 
  
 Cara Pemberian Nilai Rumus: (Skor Perolehan Siswa)/(Skor Maksimun) x 100


NoTanggung JawabDisiplinKetekunanKreatifKritis
1
1 2 3 4
1 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
21 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
31 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
51 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
61 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
71 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
81 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
91 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
101 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
111 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
121 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
131 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
141 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
151 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
161 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
171 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
181 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
191 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
201 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
211 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
221 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
231 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
241 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
251 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
261 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
271 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
281 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
291 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
301 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
311 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
321 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
331 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
341 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
351 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
361 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
371 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
381 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
391 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4
401 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 41 2 3 4

Keterangan
 4 = sangat baik
 2 = kurang baik 
 3 = baik 
 1 = tidak baik


NoInisiatifBerbahasa Santun dan KomunikatifPartisipasi
1
1 2 3 4
1 2 3 4 1 2 3 4
21 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
31 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
41 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
51 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
61 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
71 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
81 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
91 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
101 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
111 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
121 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
131 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
141 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
151 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
161 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
171 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
181 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
191 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
201 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
211 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
221 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
231 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
241 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
251 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Keterangan 
 4 = sangat baik 
 2 = kurang baik 
 3 = baik 
 1 = tidak baik