Cari Blog Ini

Jumat, 15 Juni 2012

BAHASA TOLAKI DIALEK KONAWE

2.1 Bahasa Tolaki Dialek Konawe
Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh para peneliti dalam bidang bahasa di Sulawesi Tenggara, diantaranya oleh Pattiasina dkk, mengatakan bahwa “ Bahasa Tolaki merupakan bahasa daerah yang paling besar jumlah pendukungnya di sulawesi tenggara dan memegang peranan yang cukup besar dalam berbagai sektor kehidupan, terutama dalam kehidupan kebudayaan.”
Bahasa Tolaki terdiri atas tiga dialek yaitu dialek Konawe dan Wawoni’i di kabupaten Kendari, dan dialek mekongga di Kolaka. Di dalam penelitian ini akan mengkaji bahasa Tolaki dialek Konawe. Bahasa Tolaki merupakan bahasa yang digunakan oleh orang tolaki (bahasa ibu), dalam kehidupan sehari-hari di samping itu, juga berfungsi sebagai alat-alat pendukung utama kebudayaan daerah, seperti tercermin dalam berbagai bentuk kesenian dan adatnya.
2.2 Morfologi
Secara potensial semua kata yang mengandung imbuhan me-, ber-, kan-, dan – i atau penggabungannya dapat dicalonkan sebagai kata kerja. Di samping itu ada sejumlah kata-kata kerja yang tidak mengandung bentuk-bentuk itu tetapi secara tradisional dimaksudkan dalam kelompok kata kerja misalnya; tidur, bagun, datang, lupa dan ikut.
Dalam merealisasi sebuah morfem, bentuk morfem itu dapat berubah karena pengaruh morfem lainnya atau pengaruh fonem yang mengikutinya. Proses perubahan bentuk sebuah morfem karena pengaruh lingkungan ini disebut morfofonemik. Sebaliknya, bentuk morfem yang berubah ini disebut alomorf. Bentuk morfem yang berubah itu dapat berjumlah satu atau lebih, tergantung dari pengaruh lingkungan itu.
Morfem ber- dalam bahasa Indonesia misalnya dalam realisasinya dapat berubah menjadi ber-, be-, bel- dalam lingkungan tertentu. Bentuk ber-, memasuki hampir semua lingkungan, sebaliknya bila memasuki lingkungan kata yang berfonem awal / r / atau suku kata pertamanya mengandung  / er /, ber-, berubah menjadi be-. Dalam satu kasus, ber-, berubah menjadi bel- (Karaf, 1991 :43).

Setiap verba transitif mengenal sejumlah bentuk yang berbeda-beda maknanya dan ciri sintaksisnya. Dari segi maknanya, verba transitif mengungkapkan peristiwa yang melibatkan dua atau tiga maujud yang masing-masing ; sumber (pelaku/pengalan/peneral), maujud secara langsung dikenai oleh peristiwa itu (sasaran/tujuan/penderita) dan untuk verba dwitransitif-maujud yang dialatkan untuk mengadakan peristiwa tersebut (pelengkap). Peristiwa itu dapat diberikan dari dua sudut, yaitu dari sudut sumbernya atau dari sudut sasarannya. Kedua sudut pandang itu memerlukan bentuk verba tersendiri. Masing –masing bentuk aktif dan bentuk pasif.
Disamping bentuk aktif dan pasif itu tersebut bentuk khusus untuk perintah(imperatif). Titik tolak pemerian peristiwa menempati gatra (posisi fungsional) subjek dalam kalimat. Subyek bentuk aktif adalah pelaku/pengalan/peneral, sedangkan subyek bentuk pasif adalah sasaran/tujuan/ penderita yang dalam bentuk aktif menempati gatra obyek. Sasaran peristiwa bentuk aktif dapat membentuk kritika pronomina persona tunggal ( -aku, -ku, -ko, mu, -no, nya) yang berpadu dengan bentuk aktif verba. Begitu pula ‘sumber’ peristiwa dalam bentuk pasif (ku, ku u, kau dan no nya) (Sailan et al, 1994 : 61).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar